ka galuh

ka galuh

Pada tanggal 25 Oktober 1995, kereta api Kahuripan dan kereta api Galuh mengalami kecelakaan di Trowek (dekat Stasiun Cirahayu), Kadipaten, Tasikmalaya. Kecelakaan ini menyebabkan kereta masuk ke jurang dan dua lokomotif, CC 201 05 dan CC 201 75R, mengalami kerusakan parah yang perlu perbaikan besar-besaran. Harian Kompas, pada tanggal 25 Oktober 1995 melaporkan bahwa kecelakaan tragis terjadi di Km 241, Trowek, Ciawi pada pukul 00.10 WIB. Kereta api Galunggung adalah satu-satunya layanan kereta api penumpang kelas ekonomi yang dioperasikan oleh PT Kereta Api Indonesia (Persero) untuk melayani rute Kiaracondong - Tasikmalaya dan sebaliknya. Nama "Galunggung" diambil dari Gunung Galunggung di Kabupaten Tasikmalaya. KA Galuh terdiri dari 6 gerbong dan KA Kahuripan terdiri dari 13 gerbong. Sebelum kejadian, KA Galuh mogok di stasiun Cibatu Garut. Kemudian dua kereta digabung menjadi satu rangkaian. Tragedi Trowek atau Tragedi Cirahayu adalah salah satu dari sejarah kelam Perusahaan Umum Kereta Api. Kecelakaan tersebut terjadi pada pukul 00.03 WIB dan menewaskan 14 orang dan 71 lainnya terluka parah. Baru-baru ini, seseorang membagikan postingan di Twitter tentang tragedi Trowek, Cirahayu, kecelakaan kereta api tahun 1995. Kejadian ini dimulai ketika KA Galuh mengalami kerusakan di Stasiun Cibatu, Garut. KA Galuh terdiri dari 6 kereta dengan 300 penumpang. Saat KA Kahuripan berada di lokasi yang lebih tinggi, sementara itu, KA Galuh sudah berada di lereng. Masinis menyadari bahwa ada sesuatu yang salah. Kereta ditarik ke bawah oleh gerbong depan tanpa adanya rem. Panggilan untuk mengganti nama Galuh menjadi Ciamis dimulai selama masa Pemerintahan Bupati Galuh Wiradikusuma. Pada tahun 1815, ibu kota Kabupaten Galuh dipindahkan dari Imbanagara ke Ciamis (Cibatu). Setelah Raden Adipati Kusumasubrata (penerus Wiradikusuma) berkuasa, pemerintah Hindia Belanda tidak lagi menyerahkan jabatan bupati kepada keturunannya. Barang datang dari persimpangan Galuh dan Galunggung, dipajang, dihormati persembahan sebagai simbol. Cerita tentang Galuh terdapat dalam Carita Parahiyangan, manuskrip Sunda pada abad ke-16. Dalam naskah itu, kisah tentang Galuh dimulai dari masa pemerintahan Rahiyangta ri Medangjati yang berkuasa selama lima belas tahun. Kemudian kekuasaan itu diwariskan kepada putranya di Galuh, Sang Wretikandayun. Barang datang dari persimpangan Galuh dan Galunggung, dipajang, dihormati sebagai hadiah simbolik.