ceban berapa ribu

ceban berapa ribu

Dalam bahasa Indonesia, terdapat beberapa istilah pengganti nominal yang sering dipakai, seperti gocap, cepek, gopek, goceng, ceban, dan lainnya. Istilah-istilah tersebut berasal dari bahasa Mandarin yang umumnya digunakan oleh orang-orang keturunan Tionghoa berdialek Hokkian saat berdagang dengan masyarakat Indonesia. Ada juga istilah-istilah lain yang familiar di kalangan masyarakat Indonesia seperti noceng yang berarti dua ribu, goceng untuk lima ribu, ceban untuk sepuluh ribu, goban untuk lima puluh ribu, cepek ceng yang berarti seratus ribu, cetiao yang berarti satu juta, dan gotiao yang berarti lima juta. Secara spesifik, ceban berarti sepuluh ribu, sedangkan seceng atau ceceng adalah seribu dan cepek berarti seratus. Selain itu, ada juga istilah seperti gopek yang artinya lima ratus, lak ceng yang berarti enam ribu, cit ceng yang berarti tujuh ribu, pek ceng yang berarti delapan ribu, dan kau ceng yang berarti sembilan ribu. Dalam bilangan puluhan ribu, sepuluh ribu dalam bahasa Mandarin diartikan sebagai ceban, sedangkan lima belas ribu adalah ban go dan dua puluh ribu adalah no ban go. Nama-nama lain seperti noban untuk dua puluh ribu dan saban untuk tiga puluh ribu juga dapat dijumpai dalam penggunaan sehari-hari. Istilah-istilah tersebut menjadi populer dan familiar di kalangan masyarakat Indonesia karena digunakan secara luas dalam bertransaksi dan berdagang. Meskipun demikian, ada beberapa nominal yang belum masuk dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), namun tetap dikenal dan akrab di kalangan masyarakat Indonesia. Selengkapnya, bilangan dalam bahasa Mandarin dipaparkan sebagai berikut: satu berarti it, seribu berarti seceng atau ceceng, lima ribu berarti goceng, lima puluh ribu berarti goban, seratus ribu berarti cepek ceng, dan satu juta berarti cetiao. Secara keseluruhan, istilah-istilah pengganti nominal seperti gocap, cepek, gopek, goceng, ceban, dan lainnya berasal dari bahasa Mandarin yang digunakan oleh masyarakat keturunan Tionghoa berdialek Hokkian di Indonesia. Hal ini menimbulkan percampuran kata dan bilangan antara bahasa Indonesia dengan bahasa Mandarin dalam penggunaan istilah-istilah tersebut.