korban tragedi sampit

korban tragedi sampit

Konflik Sampit, yang juga dikenal sebagai Perang Sampit atau Tragedi Sampit, adalah peristiwa kerusuhan antar-etnis yang terjadi di pulau Kalimantan pada tahun 2001. Konflik ini berlangsung sepanjang tahun tersebut, dimulai pada 18 Februari 2001 di Sampit, Kalimantan Tengah, dan meluas ke seluruh provinsi, termasuk ibu kota Palangka Raya. Konflik ini terjadi antara suku Dayak asli dan warga migran Madura. Menurut Abdul Rachman Patji, penyebab konflik Sampit adalah perbedaan nilai dan budaya antara kedua suku tersebut. Terdapat asumsi bahwa konflik dimulai karena benturan budaya, bukan kecemburuan sosial. Sebelum tragedi terjadi, diperkirakan ada sekitar 75.000 orang keturunan Madura di Sampit. Pada 18 Februari 2001, sekelompok orang Dayak menyerang rumah Matayo, seorang warga asal Madura. Hal ini kemudian memicu balas dendam dari warga Madura yang kemudian menyerang rumah Timil yang diduga ikut dalam penyerangan tersebut. Latar belakang tragedi di Sampit mencakup sejarah panjang ketegangan dan perselisihan antara suku Dayak dan Madura. Tanda-tanda ketidakharmonisan antara kedua kelompok ini sebenarnya telah muncul sejak 1972. Pada tahun tersebut, seorang gadis Dayak dikabarkan menjadi korban pemerkosaan oleh orang Madura di Palangka Raya. Kejadian ini pun menimbulkan dendam yang mendalam bagi Suku Dayak terhadap masyarakat Suku Madura yang tinggal di Kalimantan. Kerusuhan Sampit pada 2001 bukanlah peristiwa yang berdiri sendiri, karena telah terjadi beberapa insiden sebelumnya antara warga Dayak dan Madura. Bahkan, konflik besar terakhir terjadi pada Desember 1996 dan Januari 1997 yang mengakibatkan 600 korban tewas. Selama peristiwa tragis ini, rumah-rumah warga Madura dihancurkan, dibakar, dan siapa pun orang Madura yang ditemui dibabat. Diperkirakan, hingga kini, jumlah korban sudah mencapai ribuan jiwa. Konflik Sampit mengajarkan kita sebuah pelajaran penting tentang pentingnya toleransi dan penghormatan terhadap perbedaan budaya dan etnis.